Dolar berlanjut melemah terhadap sejumlah mata uang lainnya dan masih diselimuti kekhawatiran akan efek domino dari bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB). Ini berpotensi menjadi hambatan bagi Fed untuk melanjutkan langkah moneter yang kembali agresif, dan bahkan dapat menghentikan siklus kenaikan suku bunga acuan jika memang efek domino tersebut semakin parah. Salah satu penyebab runtuhnya SVB tidak lain adalah kenaikan suku bunga acuan yang agresif dari Fed. Dalam kesepakatan bersama antara Departemen Keuangan AS, Federal Reserve dan Kantor Asuransi Keuangan Federal menjanjikan akan memberi kemudahan bagi nasabah untuk menarik deposit mereka meski SVB sudah dibekukan. Federal Reserve didukung oleh Departemen Keuangan dan institusi keuangan lainnya mengumumkan program pendanaan dengan nama Bank Term Funding Program yang memberikan pinjaman institusi keuangan selama setahun kedepan untuk memastikan sistem keuangan AS tidak akan terganggu oleh runtuhnya SVB. Presiden Biden juga menjamin semua nasabah SVB dapat mengakses akun mereka dan juga memastikan sistem perbankan di AS secara keseluruhan tetap aman. Meski demikian pasar masih bereaksi negatif akan peristiwa ini dengan ekspektasi akan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 50 bps dari kisaran 70% turun drastis sampai dibawah 20%. Bahkan Goldman Sachs memperkirakan Fed tidak akan menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan moneter FOMC pekan depan. Hal serupa juga disampaikan oleh institusi keuangan lainnya yaitu Barclays. Secara umum keseluruhan pasar memperkirakan peluang tidak ada kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan tersebut mencapai 43.9%. Yang cukup kontras dengan pekan lalu ketika pasar memperkirakan kenaikan suku bunga acuan bahkan kembali agresif dengan kenaikan 50 bps. Target suku bunga acuan Fed yang sebelumnya diperkirakan hingga diatas 5% direvisi turun menjadi hanya akan terhenti pada 3.84%. Sementara itu yield obligasi pemerintah AS jangka pendek juga turun drastis dengan yield jangka 2 tahun turun 57.2 bps yang merupakan penurunan terbanyak dalam sehari sejak peristiwa Black Monday di tahun 1987 lalu dimana terjadi kekacauan pasar dengan harga saham dan komoditi turun drastis. Malam ini pasar akan mencermati data inflasi CPI di AS dengan perkiraan inflasi mulai menurun dari 6.4% menjadi hanya 6.0%. Meski masih cukup tinggi dari target Fed yang hanya 2% namun dengan peristiwa SVB tersebut membuat langkah Fed menjadi terbatas.
Euro terus menguat terhadap mata uang dolar, mendekati level tertinggi dalam 1 bulan terakhir menjelang pertemuan moneter Bank Sentral Eropa (ECB) hari Kamis nanti. ECB diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 bps sesuai perkiraan. Sejumlah pejabat ECB juga menegaskan masih perlunya menaikkan suku bunga acuan guna menekan angka inflasi di kawasan ini. Presiden ECB – Christine Lagarde dalam beberapa pidato beberapa waktu lalu juga menegaskan akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 bps. Namun langkah moneter berikutnya masih tergantung pada perkembangan ekonomi terbaru pada saat pertemuan moneter diadakan. Sebagian pelaku pasar memperkirakan ECB masih akan menaikkan suku bunga acuan setelah pertemuan pekan ini mengingat inflasi yang masih cukup tinggi diatas target ECB. Hari ini akan dirilis data industrial production di Italy.
Poundsterling juga masih terus menguat terhadap dolar hingga mencapai level tertinggi dalam 1 bulan terakhir menjelang rilis data di sektor tenaga kerja di Inggris. Terkait dengan runtuhnya SVB di AS, Bank Sentral Inggris (BOE) bergerak cepat dengan membantu mencarikan pembeli untuk anak perusahaan SVB di Inggris. Dengan peristiwa runtuhnya SVB dan efek domino terhadap sistem keuangan internasional ini diperkirakan akan mempercepat langkah BOE untuk menghentikan siklus kenaikan suku bunga acuannya. Selain itu pasar juga masih menunggu laporan anggaran dari Menteri Keuangan – Jeremy Hunt yang akan diumumkan esok hari. Selain data di sektor tenaga kerja, hari ini juga akan dirilis data Leading Indeks malam nanti.